Maryana Karpov
Penulis
: Andrea Hirata
Setelah menyelesaikan S2 di Sorbone
University Prancis, Ikal (Andrea Hirata) kembali ke tanah kelahirannya di pulau
Belitong. Kerinduan! Itulah alasan yang mendasar kenapa Ikal kembali ke
Belitong. Ia rindu kepada orang tuanya, rindu kepada Arai (sepupu jauh Ikal),
rindu kepada masyarakat Belitong, rindu dengan alam Belitong dan lebih dari
itu, ia rindu pada gadis impiannya yaitu A Ling.
Perjalanan dari Jakarta ke rumahnya di
Belitong, dilalui Ikal dengan penuh perjuangan dan rasa letih. Tapi semua itu
pudar karena ia begitu merindukan ayahnya. Lelaki pendiam itu sangat istemewa
bagi Ikal. Bahkan, Ikal mempersiapkan penampilan terbaiknya untuk bertemu dengan
ayahnya. Ikal mengenakan pakaian pelayan resotoran ketika bekerja di Perancis
dulu. Ketika bertemu dengan ayah, ibunya dan Arai, rasa haru tak dapat
terbendung lagi. Betapa Ikal sangat merindukan saat ini. saat bertemu dengan
orang-orang yang dicintainya.Pulau Belitong tak seperti dulu lagi, masyarakat
Belitong terpuruk setelah pabrik timah gulung tikar. Walaupun demikian, suasana
Belitong tak jauh berbeda dibandingkan saat Ikal melanjutkan studinya ke
Perancis. Masyarakat Belitong masih gemar membual, minum kopi ke warung, dan
sangat menyukai taruhan.
Cerita dibuka dengan kehadiran seorang
dokter gigi dari Jakarta yang bernama dokter Budi Ardiaz. Ia adalah wanita kaya
dan sebenarnya bisa hidup nyaman di Jakarta. Akan tetapi, karena idealismenya,
ia mengabdikan dirinya sebagai dokter di tanah Melayu, Belitong. Namun
sayangnya, setelah berbulan-bulan membuka praktek, tak ada satupun masyarakat
yang mau berobat padanya. Masyarakat lebih senang berobat ke dukun gigi dengan
alasan bahwa mulut adalah sesuatu yang sensitif seperti kelamin. Jadi, tak
boleh sembarangan memasukkan tangan ke dalam mulut kecuali muhrim. Kenyataan
ini, membuat kepala kampung Karmun geram dan memaksa masyarakat untuk berobat
pada dokter Diaz. Tapi sayang, masyarakat tetap kekeh dengan prinsip yang telah
mereka pegang.
Selanjutnya, diceritakan bahwa masyarakat Belitong menemukan dua jenazah yang terapung di air. Kejadian itu mengagetkan masyarakat khususnya Ikal. Terlebih, jenazah itu memiliki tato kupu-kupu mirip tato A Ling. Konon kabarnya, dua jenazah tersebut tewas karena mencoba melarikan diri dari kawanan perampok yang bengis di pulau Betuan. Hal ini membuat Ikal meyakini bahwa A Ling merupakan salah satu penumpang kapal ke pulau Betuan. Ikal berniat ke pulau Betuan untuk menemukan A Ling. Tapi tidak ada yang mau membantunya. Malah, masyarakat melarang Ikal untuk berlayar ke pulau Betuan. Pulau itu sangat berbahaya, jika mau ke sana jangan harap untuk bisa balik lagi. Ikal tidak menyerah. Demi cinta! Itulah motivasi terbesar kenapa ia berusaha keras untuk bisa berlayar ke pulau Betuan. Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Niat Ikal untuk berlayar akhirnya dibantu oleh sahabat-sahabatnya (Laskar Pelangi) yang kini telah tumbuh dewasa dengan profesi beragam. Lintang dan Mahar memiliki peran yang besar dalam masalah ini. Dengan modal semangat, bantuan dari sahabat-sahabatnya, dan sedikit ilmu, Ikal mampu membuat sebuah kapal yang hebat. Kapal itu diberi nama “Mimpi-mimpi Lintang”. Walaupun Ikal telah berhasil membuat kapal, masih saja orang-orang mencemoohkannya dan tak ayal Ikal menjadi objek taruhan masyarakat Belitong. Tapi itu semua tidak menjadi penghambat untuk Ikal. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada Ikal. Bahkan, Ikal membuat orang terkagum-kagum dengan perjuangan hebatnya.
Setelah berhasil membuat sebuah kapal yang hebat, Ikal berangkat ke pulau Betuan bersama Mahar, Chung Fa dan Kalimut. Mereka memiliki misi-misi yang berbeda untuk berlayar ke pulau Betuan. Selama perjalanan menuju pulau Betuan, banyak sekali rintangan yang harus mereka tempuh. Mulai dari angin laut, pembajak sadis, dan dunia mistik. Tapi semua rintangan itu dapat ia lewati. Akhirnya, Ikal dapat menemukan cinta sejatinya yang telah ia cari bertahun-tahun lamanya. Bahkan separuh benua telah ia tempuh untuk menemukan A Ling.
Singkat cerita, Ikal membawa A Ling
pulau Belitong. Mereka berdua berniat untuk menikah. Ikalpun meminta izin
kepada keluarga Al Ling agar diizinkan meminang A Ling. Keluarga A Ling pun
menyetujuinya. Tapi sayangnya, ayah Ikal tidak menyetujui anak bujangnya
meminang A Ling. Novel “Maryamah Karpov” memberikan pesan kepada kita
(pembaca), agar kita jangan takut untuk bermimpi. Semua yang kita impikan pasti
akan terwujud asal kita berusaha untuk mewujudkannya. Seperti novel-novel
sebelumnya, Andrea Hirata mencoba kembali menyuntikkan semangat dan motivasi
kepada pembaca agar jangan pernah mengalah dengan nasib. Kelebihan pada novel
ini terletak untaian kata-katanya yang puitis dan deskripsi narasi yang jelas
pada alur ceritanya. Membaca novel ini, seakan kita (pembaca) dapat mengetahui
budaya masyarakat Belitong. Kejujuran Andrea Hirata dalam menulis novel ini
membuat novel ini berbeda dengan novel kebanyakan. Lelucon dan humor juga
menjadi bumbu dalam novel ini. Tak jarang kita (pembaca), tertawa membaca kisah
masyarakat Belitong yang lucu dan penuh guyonan. Andrea Hirata sepertinya
cermat sekali memahami kebudayaan Belitong secara keseluruhan. Sehingga, kita
seolah bisa melihat jelas bagaimana realitas masyarakat Belitong sesungguhnya.
Tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Begitu juga pada novel “Maryamah Karpov” ini. Ada beberapa yang mengganjal setelah kita membaca novel ini. Jika kita cermati, judul novel “Maryamah Karpov” tidak ada kaitan langsung dengan keseluruhan ceritanya. Maryamah Karpov hanya diulas sedikit saja. Maryamah Karpov digambarkan sebagai seorang perempuan yang biasa dipanggil mak cik, mendapat tambahan nama belakang karena sering terlihat di perkumpulan jago-jago catur di warung kopi Usah Kau Kenang Lagi dan mengajari orang langkah-langkah ala Karpov. Selanjutnya, secara keseluruhan novel ini menceritakan tentang perjuangan Ikal untuk menemukan tambatan hatinya, A Ling. Ada juga hal yang ganjil pada cerita “Maryamah Karpov” yaitu terkait peran ibu Ikal yang tak berarti apa-apa ketika pelayaran ke pulau Betuan. Lebih dari itu, pengalaman fantasis Ikal selama berlayar terkesan terlalu hiperbola dan kurang masuk akal.
Pada akhir cerita, pembaca merasa
bingung karena tidak adanya penjelasan tentang kelanjutan hubungan Ikal dengan
A Ling. Mungkinkah karena tidak disetujui oleh ayah Ikal, maka rencana meraka
untuk menikah batal? “Sebagaimana kawan tahu. Aku ini, paling tidak menurutku
sendiri, adalah lelaki yang berikhtiar untuk berbuat baik, patuh pada petuah
orang tua, sejak dulu. Rupanya, begitu pula ayahku yang sederhana itu. Katanya,
ia selalu menempatkan setiap kata ayah-bundanya di atas nampan pualam,
membungkusnya dengan tilam” (hal: 1). Mungkinkah itu jawaban atas kelanjutan
hubungann Ikal dengan A Ling? Kita hanya bisa meraba dan menemukan kebenarannya
menurut analisis kita masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar